Dua sejoli

DUA SEJOLI

 (dewa)

INTRO: AM EM F C (2X)

 

AM EM

USAP AIR MATAMU

F C

YANG MENETES DI PIPIMU

AM EM

KU PASTIKAN SEMUANYA

F C

AKAN BAIK-BAIK SAJA

 

DM AM

BILA KAU TERUS PANDANGI

F C

LANGIT TINGGI DI ANGKASA

DM AM

TAK KAN ADA HABISNYA

F FM

S’GALA HASRAT DI DUNIA

 

REFF:

C EM

HAWA TERCIPTA DI DUNIA

BB F

UNTUK MENEMANI SANG ADAM

C EM

BEGITU JUGA DIRIMU

BB F

TERCIPTA TUK TEMANI AKU

 

INT: AM EM F C

 

AM EM

RENUNGKAN SEJENAK…

F C

ARTI HADIRKU DI SINI

AM EM

JANGAN PERNAH INGKARI

F C

DIRIMU ADALAH WANITA

 

DM AM

(*)HARUSNYA DIRIMU MENJADI

F C

PERHIASAN SANGKAR MADUKU

DM AM

WALAUPUN KADANG DIRIKU

F FM

BERTEKUK LUTUT DI HADAPANMU…

 

KEMBALI KE REFF

 

INT: AM EM F C(2X)

 

KEMBALI KE *),REFF(3X)

 

INT: C EM BB F (2X)

AM EM F C (2X)

 

AM EM

BUKALAH PINTU JIWAMU

F C

DENGAR BISIKAN SANUBARI

AM EM

SEMUA ADALAH ISYARAT

F C

ISYARAT DARI SANG PENCIPTA

 

 

Penyebab Kriminalitas


PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang

Perkembangan yang begitu pesat akhir-akhir ini, membuat kehidupan semakin mengasyikkan, penuh harapan, memuat sejuta janji, dan sekaligus tantangan. Antuisme terhadap perkembangan dan kemajuan bukan hanya mewarnai kehidupan manusia dewasa ini. Tapi sudah merupakan kewajaran, sehingga hampir boleh dikatakan bahwa umat manusia di seluruh penjuru dunia merasa tidak bisa hanya berpangku tangan menjadi penonton dan menunggu hasil untuk mendapatkan cipratan perkembangan dan kemajuan. Perkembangan yang begitu dasyat ini merupakan hasil karya manusia sendiri selama berabad-abad dalam arti bahwa terjadinya perkembangan dan kemajuan yang semakin laju ini bukanlah tanpa sejarah. Kerja kerasnya manusialah yang menghasilkan terobosan sistem kehidupan baru yang mengharuskan untuk selalu berlomba-lomba untuk menciptakan yang lebih  dari yang lain.

 Namun, keadaan demikian tidak selalu membawa dampak yang serba enak dan menentramkan. Hingar bingarnya kehidupan semakin terasa menjadi tantangan kalau bukan kegaduhan.

Akibat yang nyata adalah manusia dewasa ini, baik secara individu maupun sebagai manusia secara keseluruhan, ditantang untuk menentukan tempatnya di dalam gerak maju kehidupan yang semakin laju tidak mengenal henti apalagi mundur.

Pertanyaan  kemudian adalah, siapkah manusia dalam menghadapi kemajuan zaman ini ?. Bagi mereka yang secara moril spirituil, serta fisikal telah siap, maka mereka relatif akan mampu mengikuti arus, serta akan menjadikan kemajuan itu sebagai motivasi hidup untuk menggapai cita-citanya

 Sepintas bisa dilihat untuk menghadapi semua itu perlu adanya keseimbangan antara jiwa dan akal pikiran, sehingga informasi yang masuk dapat tersaring sebelum adanya aplikasi dari orang tersebut. Penulis pikir gambaran diatas tidak terlalu jauh untuk dijadikan landasan masalah sebagai batu loncatan untuk menuju tema yang sebenarnya, yaitu “Kriminalitas sebuah Realitas Sosial” Secara bahasa, kriminalitas berasal dari kata crime yang artinya kejahatan. Sehingga criminal bisa diartikan sebagai orang yang berbuat kejahatan. Dari aspek historis kriminalitas ialah, jika seorang melanggar peraturan atau undang-undang pidana dan ia dinyatakan bersalah oleh pengadilan serta dijatuhi hukuman. Dalam hal ini,

jika seorang tidak dijatuhi hukuman, berarti orang tersebut belum dianggap sebagai penjahat.

B. Rumusan Masalah

a. apakah definisi kriminal?

b. apakah factor-factor yang mendorong seseorang berbuat kriminal?

c. bagaimana cara penanggulangan kriminalitas?

C. Tujuan Masalah

a. mengetahui definisi kriminal

b. mengetahui faktor-faktor yang mendorong seseorang berbuat kriminal

c. mengetahui cara penanggulangan kriminalitas?

 

PEMBAHASAN

 

A. Pengertian Kriminal

Kriminalitas berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan. Berbagai sarjana telah berusaha memberikan pengertian kejahatan secara yuridis berarti segala tingkah laku manusia yang dapat dipidana ,yang diatur dalam hukum pidana. Hal yang sama pernah dilakukan pula oleh para ahli suchen die yuristen eine definition zu ihrem begriffe von recht”. (L.j Van Apeldoorn,Pengantar Ilmu Hukum,Pradnya Paramita,Jakarta,m).Berikut pengertian kejahatan dipandang dalam berbagai segi

Secara yuridis, kejahatan berarti segala tingkah laku manusia yang dapat dipidana,yang diatur dalam hokum pidana Dari segi kriminologi setiap tindakan atau perbuatan tertentu yang tindakan disetujui oleh masyarakat diartikan sebagai hokum dalam mencari arti hokum sebagaimana dikemukakan oleh Immanuel Kant : “noch kejahatan. Ini berarti setiap kejahatan tidak harus dirumuskan terlebih dahulu dalam suatu peraturan hokum pidana. Jadi setiap perbuatan yang anti social,merugikan serta menjengkelkan masyarakat,secara kriminologi dapat dikatakan sebagai kejahatan Arti kejahatan dilihat dengan kaca mata hokum, mungkin adalah yang paling mudah dirumuskan secara tegas dan konvensional. Menurut hokum kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar atau bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah hokum; tegasnya perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam kaidah hokum,dan tidak memenuhi atau melawan perintah-perintah yang telah ditetapakan dalam kaidah hokum yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan bertempat tinggal.(Soedjono. D,S.H.,ilmu Jiwa Kejahatan,Amalan, Ilmu Jiwa Dalam Studi Kejahatan,Karya Nusantara,Bandung,1977,hal 15) Dari segi apa pun dibicarakan suatu kejahatan,perlu diketahui bahwa kejahatan bersifat relative. Dalam kaitan dengan sifat relatifnya kejahatan, G. Peter Hoefnagels menulis sebagai berikut : (Marvin E Wolfgang et. Al., The Sociology of Crime and Delinquency,Second Edition,Jhon Wiley,New York,1970,hlm.119.)We have seen that the concept of crime is highly relative in commen parlance. The use of term “crime” in respect of the same behavior differs from moment to moment(time), from group to group (place) and from context to (situation)Relatifnya kejahatan bergantung pada ruang,waktu,dan siapa yang menamakan sesuatu itu kejahatan. “Misdad is benoming”, kata Hoefnagels; yang berarti tingkah laku didefenisikan sebagai jahat oleh manusia-manusia yang tidak mengkualifikasikan diri sebagai penjahat.

Dalam konteks itu dapat dilakukan bahwa kejahatan adalah suatu konsepsi yang bersifat abstrak. Abstrak dalam arti ia tidak dapat diraba dan tidak dapat dilihat,kecuali akibatnya sajaKriminalitas atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang maling atau pencuri, pembunuh, perampok dan juga teroris. Meskipun kategori terakhir ini agak berbeda karena seorang teroris berbeda dengan seorang kriminal, melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut sebagai terpidana atau narapidana Hampir setiap hari koran maupun telivisi memberitakan kasus-kasus kriminalitas yang menimpa masyarakat.  Bentuknya beragam. Ada  perampokan, pemerasan, perampasan, penjambretan, pembunuhan, perkosaan, pencopetan, penganiayaan,  dan kata lain yang mengandung unsur pemaksaan, atau kekerasan terhadap fisik ataupun harta benda korban.  Berikut ini salah satu contoh berita yang dikutip dari salah satu media di Surabaya. “Tembak  Mati Polisi, Gasak Rp. 1,9 Miliar Perampokan di Bank Mandiri Capem Jl. Bukit Kota, Kota Pinang, Labuhan Batu. Bandit-bandit jalanan itu menembak dua polisi dan satu diantaranya kabur dengan membawa uang hasil rampokan. Polisi sulit mengetahui identitas pada perampok. Sebab mereka menutupi wajahnya dengan kain sebo ketika menjalankan aksinya. Aksi perampokan yang terjadi pukul 10.000 WIB pagi  itu diawali dengan kedatangan sebuah Daihatsu Troper berplat BM. Begitu berhenti di parkiran, beberapa penumpang mobil itu berhamburan turun. Mereka langsung memberondongkan tembakan ke udara. “Empat orang menenteng senpi laras panjang dan dua senpi genggam,”ujar saksi mata di tempat kejadian. Setelah  merobohkan Bripda Lauri, enam perampok masuk ke bank. Mereka menodong kasir lalu memaksanya untuk mengumpulkan uang yang ada di bank. Kasir yang ketakutan buru-buru mengambil semua uang seperti yang diminta perampok (JP, 26 Oktober 2004).    Kengerian, ketakutan, keheranan, kebencian dan bahkan trauma psikologis barangkali yang menjadi kata-kata yang terungkap setelah melihat atau mengalami peristiwa tersebut Banyak sudut pandang yang digunakan untuk memberikan penjelasan fenomena tindakan kriminal yang ada.

B.Faktor-Faktor Pendorong Seseorang  Berbuat Kriminal                          

       Faktor apa yang menyebabkan tindakan kriminalitas tersebut?. Penyebab terjadinya kriminalitas – pencurian dan perampokan – dari aspek sosial – psikologi – adalah faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen adalah dorongan yang terjadi dari dirinya sendiri, seperti sudah penulis singgung diatas bahwa kebenaran relatif itu relatif bisa menciptakan suatu sikap untuk mempertahankan pendapatnya – diri – atau egosentris dan fanatis yang berlebihan. Jika seorang tidak bijaksana dalan menanggapi masalah yang barang kali menyudutkan dirinya, maka kriminalitas itu bisa saja terjadi sebagai pelampiasan untuk menunjukan bahwa dialah yang benar. Sementara faktor eksogen adalah faktor yang tercipta dari luar dirinya, faktor inilah yang bisa dikatakan cukup kompleks dan bervariasi. Kesenjangan sosial, kesenjang ekonomi, ketidankadilan dsb, merupakan contoh penyebab terjadinya tindak kriminal yang berasal dari luar dirinya. Pengaruh sosial dari luar dirinya itu misalnya, ajakan teman, tekanan atau ancaman pihak lain, minum-minuman keras dan obat-obatan terlarang yang membuat ia tidak sadar. Hawa nafsu yang sangat hebat dan kuat sehingga dapat menguasai segala fungsi hidup kejiwaan,Pengaruh ekonomi misalnya karena keadaan yang serba kekurangan dalam kebutuhan hidup, seperti halnya kemiskinan akan memaksa seseorang untuk berbuat jahat.Banyak ahli yang telah memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa orang melakukan tindakan kriminal:   

a)      Kemiskinan merupakan penyebab dari revolusi dan kriminalitas (Aristoteles). Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok

b)      Kesempatan untuk menjadi pencuri (Sir Francis Bacon, 1600-an)

c)      Kehendak bebas, keputusan yang hedonistik, dan kegagalan dalam melakukan kontrak sosial (Voltaire & Rousseau, 1700-an)

d)     Atavistic trait atau  Sifat-sifat antisosial bawaan sebagai penyebab perilaku kriminal. ( Cesare  Lombroso, 1835-1909)

e)      Hukuman yang diberikan pada pelaku tidak proporsional (Teoritisi Klasik Lain) .

            Kiranya tidak ada satupun faktor tunggal yang menjadi penyebab dan penjelas semua bentuk kriminalitas yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu pada kesempatan ini, saya mencoba mengangkat dua teori yang mencoba menjelaskan mengapa seseorang berperilaku. Teori pertama yaitu dari Deutsch & Krauss, 1965) tentang level of aspiration.  Teori ini menyatakan bahwa keinginan seseorang melakukan tindakan ditentukan oleh tingkat kesulitan dalam mencapai tujuan dan probabilitas subyektif pelaku apabila  sukses dikurangi probabilitas subjektif kalau gagal.  Teori ini dapat dirumuskan dalam persama seperti berikut:V = (Vsu X SPsu) – (Vf X SPf) Dimana: V  = valensi = tingkat aspirasi seseorang su = succed = suksesf    = failure  =  gagalSP = subjective probability Teori di atas, tampaknya cocok untuk menjelaskan perilaku kriminal yang telak direncanakan. Karena dalam rumus di atas peran subyektifitas penilaian sudah dipikirkan lebih dalam akankah seseorang melakukan tindakan kriminal atau tidak.   Sedangkan perilaku yang tidak terencana dapat dijelaskan dengan persamaan yang diusulkan oleh kelompok gestalt tentang Life Space yang dirumuskan B=f(PE). Perilaku merupakan fungsi dari life-spacenya. Life space ini merupakan interaksi antara seseorang dengan lingkungannya.  Mengapa model perilaku Gestalt digunakan untuk menjelaskan perilaku kriminal yang tidak berencana?  Pertama, pandangan Gestalt sangat mengandalkan aspek kekinian. Kedua, interaski antara seseorang dengan lingkungan bisa berlangsung sesaat. Ketiga, interaksi tidak bisa dilacak secara partial.

C. Cara Penanganan Perilaku Kriminalitas

            Kriminalitas tidak bisa dihilangkan dari muka bumi ini. Yang bisa hanya dikurangi melalui tindakan-tindakan pencegahan.

 a)     Hukuman selama ini hukuman (punishment) menjadi sarana utama untuk membuat jera pelaku kriminal. Dan pendekatan behavioristik ini tampaknya masih cocok untuk dijalankan dalam mengatasi masalah kriminal. Hanya saja, perlu kondisi tertentu, misalnya konsisten, fairness, terbuka, dan tepat waktunya.

b)     Penghilang model melalui tayangan media masa itu ibarat dua sisi mata pisau . Ditayangkan nanti penjahat tambah ahli, tidak ditayangkan masyarakat tidak bersiap-siap.

c)      Membatasi kesempatan seseorang bisa mencegah terjadinya tindakan kriminal dengan membatasi munculnya kesempatan untuk mencuri. Kalau pencuri akan lewat pintu masuk dan kita sudah menguncinya, tentunya cara itu termasuk mengurangi kesempatan untuk mencuri.

d)  Jaga diri dengan ketrampilan beladiri dan beberapa persiapan lain sebelum terjadinya tindak kriminal bisa dilakukan oleh warga masyarakat.

PENUTUP

 

A. Kesimpulan

       Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa kriminalitas adalah suati tindakan yang tidak terpuji, yang akibatnya dapat merugikan diri sendiri, orang lain serta akan melahirkan kejahatan baru. Hal itu disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor endogen yang muncul dari sikap egonya diri sendiri, dan faktor eksogen yang muncul dari luar dirinya semua itru bisa terjadi dari pengaruh kesenjangan sosial, kesenjangan ekonomi, ketidakadilan. Adapun cara-cara penanggulanganya dengan cara perbaikan sistem peradilan yang ada di negara kita, pelayanan yang cepat, murah dan sederhana serta peningkatan penyuluhan dan upaya pencegahan yang bersifat kontinuitas.

 Daftar Pustaka

Soekanto Soerjono” sosiolog suatu pengantar”, Jakarta, Raja Grafindo Persada1990

Drs.H.Baharuddin “Psikologi Pendidikan”, Jakarta,Ar-Ruzz Media, cet-1 2007

Hukum Salam Sesudah Berbicara


PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang

Al-Qur’an tidak boleh disebut sebagai syair atau puisi, meskipun berirama. Para ahli menyepakati bahwa Al-Qur’ an adalah prosa berirama dan mempunyai rima. Namun kemukjizatannya tidak hanya sekedar soal itu, karena kekuatan mukjizat Al-Qur’an yang sesungguhnya justru terdapat pada ketinggian bahasanya. Inilah yang membuat orang Quraisy ( yang pada zamannya dikenal sebagai gudangnya penyair dan sastrawan) tak mampu menandingi, meskipun hanya satu ayat saja.

Banyak orang yang tertarik pada Al-Qur’an, Namun tanpa dapat menjelaskan mengapa mereka kagum dan tertarik. Pesona Al-Qur’an sebenarnya bukan karena faktor dogma teologis yang mengharuskan orang beriman untuk mengagungkan dan mengimaninya, melainkan ada faktor inheren dalam teks Al-Qur’an itu sendiri. Teks Al-Qur’an memang mengandung sesuatu yang dapat memikat pembaca atau pendengarnya.

Al-Qur’an sebagai kitab sastra mempunyai kesamaan dengan kitab sastra arab lainya, yang juga dalam pemilihan kata menggunakan sinonim, polisemi, kata-kata asing dan kata-kata khas. Hal ini, menunjukkan bahwa bahasa Al-Qur’an menggunakan bahasa arab yang membumi, bukan “bahasa langit” yang jauh dari bahasa manusia. Tetapi, dalam pemilihan-pemilihannya itu mempunyai kekhasan tersendiri, yang terdapat dalam pemilihan kata, kalimat, dan wacananya.

Pemilihan unsur-unsur pembentukan wacana kisah-kisah dalam Al-Qur’an   baik berupa pemilihan kata maupun kalimat adalah untuk mendukung makna dan nuansa yang akan ditampilkan. Sering terjadi subtansi makna yang ditampilkan itu sama, tetapi dalam nuansa yang berbeda sehingga kata atau kalimat yang dipergunakanpun berbeda. Dengan kata lain, kata atau kalimat tidak disusun hanya demi keindahan semata, melainkan untuk mendukung makna karena makna merupakan tujuan sebuah tuturan, sedangkan kata atau kalimat merupakan mediasi untuk mencapai tujuan tersebut. Meskipun demikian itu, tidak mengorbankan kata atau kalimat. Bahkan tiap kata ada dalam batasan semantiknya, dan masing-masing kalimat ada dalam jangkauan fungsi. Semuanya ini, bisa saling mendukung dalam pilihan dan batasan yang tepat.

            B. Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah perspektif bahasa dalam Al-Qur’an?

b. Apakah keutamaan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an?

c. Seperti apakah dimensi bahasa Al-Qur’an?

d. Bagaimanakah kekuatan sastra Al-Qur’an?

e. Apakah pengaruh Al-Qur’an dalam ranah bahasa dan sastra?

C. Tujuan Masalah

a. Mengetahui perspektif bahasa dalam Al-Qur’an

b. Mengetahui keutamaan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an

c. Mengetahui dimensi bahasa Al-Qur’an

d. Mengetahui kekuatan sastra Al-Qur’an

e. Pengaruh Al-Qur’an dalam ranah bahasa dan sastra

PEMBAHASAN

 

  1. A.    Bahasa Dalam Perspektif Al-Qur’an

Bahasa adalah alat komunikasi antara satu pihak dengan pihak lain, dan antara makhluk yang satu dengan makhluk yang lain. Komunikasi akan bisa berjalan, sangat ditentukan oleh bahasa yang dipakai. Jadi, dalam tradisi komunikasi, bahasa telah menjadi media esensial yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan, setiap makhluk hidup, tidak bisa dilepaskan dari bahasa yang menjadi alat komunikasi mereka. Bahasa tidak lain adalah simbol-simbol yang digunakan manusia untuk mengekspresikan ide-ide, gagasan-gagasan, perasaan, pengalaman dan segala yang ada dalam dirinya. Bahasa adalah simbol untuk mengungkapkan diri dan berkomunikasi, karena itu dalam antropologi, manusia disebut animal symbolicum, yaitu makhluk simbol, karena dalam kehidupannya, manusia tidak bisa terlepas dari simbol-simbol, termasuk bahasa.

Dalam konteks ini, agar Al-Qur’an bisa dicerna dengan baik oleh objek (sasaran) yang dituju oleh Al-Qur’an, sehingga pesan-pesan yang akan disampaikan oleh Al-Qur’an dapat terbumi, maka Al-Qur’an tidak bisa menafikan aspek budaya atau tradisi umat manusia. Sebab, dengan cara itu, Al-Qur’an akan benar-benar menjadi bagian integral dalam kehidupan sosial umat. Ketika Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab, berarti Tuhan “meminjam” alat bahasa masyarakat Arab untuk mengkomunikasikan pesan-pesannya kepada mereka (manusia).

Oleh karena itu, memberikan isyarat bahwa Al-Qur’an tidak bisa dilepaskan dari masalah bahasa, sehingga bahasa bagi Al-Qur’an bisa jadi merupakan kekuataan yang sangat signifikan, karena dengan bahasa, berarti nilai-nilai ajaran Al-Qur’an akan dapat tertransformasi dengan baik. Bahasa Tuhan jelas berbeda dengan bahasa manusia, karena Tuhan dengan segala kekuasaannya dan sifat mukhalafatuhu lil hawadist-nya memberikn garis demarkasi bahwa Tuhan tidak pernah sama dengan manusia, termasuk dalam berbahasa. Bahasa Tuhan adalah bahasa yang belum diketahui oleh siapapun. Keghaiban Tuhan, bukan hanya pada dzat Tuhan, tetapi bahasa yang digunakan oleh Tuhan juga misterius. Bahasa yang dipakai oleh Al-Qur’an bukan bahasa Tuhan, tetapi bahasa manusia. Tuhan hanya menggunakan atau “meminjam” bahasa Arab untuk mempermudah penyampaian ide-ide Ilahiyah Tuhan kepada manusia.

Dengan memakai bahasa Arab, karena al-Qur’an turun pada sosok Nabi dan komunitas yang berbahasa Arab, maka Al-Qur’an memakai bahasa dimana Al-Qur’an diturunkan. Seandainya, Al-Qur’an pada awalnya turun dalam komunitas non Arab (misalnya komunitas Madura, Jawa, Jepang, Ingris dan lain sebagainya) secara otomatis al-Qur’an akan meminjam bahasa-bahasa masyarakat yang menjadi objek dimana Al-Qur’an akan diturunkan.

Hal itu ditegaskan oleh dalam ayat-Nya :

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Artinya : Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (QS.  Yusuf: 2)

  1. B.     Keutamaan Bahasa Arab Sebagai Bahasa Al-Qur’an

Keistimewaan Bahasa Arab

  1. Bahasa Arab adalah bahasa Al Qur’an. Allah ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan Al-Quran dalam bahasa Arab, supaya kalian memahaminya.” (QS. Az Zukhruf: 3)
  2.  Bahasa Arab adalah satu-satunya bahasa yang mampu melukiskan wahyu Ilahi secara sempurna dengan sefasih-fasihnya kalam dan seindah-indahnya susunan. Begitu indahnya bahasa Arab Al-Quran sampai ahli sastra Arab di zamannya tidak bisa mendefinisikannya (al-Muddatstsir:18-25). Kata bahasa Arab mempunyai tashrif (perubahan) yang amat luas. Satu kata akar bisa melahirkan 3000 kosa kata baru dan satu tema bisa diungkapkan oleh lebih dari 10 kata dan setiap kata bisa diungkapkan dalam bentuk asli atau kiasan. Dengan kekayaan perbendaharaan katanya tersebut, bahasa Arab mampu menjelaskan makna isi Al-Qur’an dengan tepat. Bahasa Arab sudah memiliki istilah-istilah untuk menjelaskan proses penciptaan manusia pada (Al-Mu’minun: 12-14).
  3. Meskipun demikian, bahasa Arab Al-Quran termasuk mudah difahami seperti disebutkan 4 kali dalam al-Qamar: 17, 22, 32 dan 40. “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” Fakta sejarah menunjukkan berubahnya Afrika Utara menjadi dunia Arab dan para perumus ilmu tata bahasa Arab sebagian besar bukan berdarah Arab, seperti Sibawayh dari Asia Tengah, Ibnu Malik dan Ibnu Hisyam dari Spanyol dan Imrithi dari Afrika Utara.
  4. Selain itu, kata bahasa Arab bersifat konsepsional, dalam arti tidak sebatas identifikasi benda, melainkan juga bisa menggambarkan proses benda tersebut. Sebagai contoh, kata roti (khubz) dengan permutasi (kombinasi) ketiga hurufnya (kha, ba, za) memotret proses pembuatannya: bazakha berarti memukul-memukul sesuatu, khabaza berarti mengubah sesuatu cepat-cepat dengan tangan, khazaba berarti menjadi mengembang. Jadi, khubz (roti) adalah sesuatu yang diolah dengan membanting dan mengubah adonan dengan tangan, kemudian adonan itu menjadi mengembang.
  5. Kaidah-kaidah tatabahasa Arab sangat sempurna dan kuat. Kaidah-kaidah tersebut meliputi ilmu Shorof, Nahwu, Ma’ani, Bayan, Badi’, ‘Arudh, Qowafi, Matan Lugho, Qordhus Syi’ir dan lain-lain. Kesemuanya itu mempunyai fungsionalitas tertentu dan saling melengkapi. Bersama Al-Quran, kaidah-kaidah tersebut ikut berperan menjaga orisinalitas dan kesehatan bahasa Arab. Kata bahasa Arab termasuk paling sehat dari penyakit kata-kata, seperti penyakit substraksi, addisi, ireguler dan perubahan bunyi.
  6. Bahasa arab termasuk bahasa tertua di dunia ini, bahkan lebih tua dan lebih kekal dari umur sejarah manusia di bumi berdasarkan pendapat ilmuwan yang menyebutkan bahwa bahasa Arab merupakan bahasa Nabi Adam a.s. ketika di surga dan menjadi cikal bakal bahasa-bahasa di dunia ini. Hadits Nabi saw. di awal bahkan menyebutkan bahasa Arab sebagai bahasa penduduk surga. Alih-alih punah seperti bahasa-bahasa tua dunia lainnya, bahasa Arab termasuk bahasa besar dan resmi di dunia modern saat ini.
  7. Bahasa Arab adalah bahasa persatuan umat Islam. Sebagai bahasa Al-Quran, bahasa Arab tidak diturunkan untuk satu kaum saja, tapi juga untuk semua kaum di dunia ini, karena bahasa Arab merefleksikan bahasa aqidah umat Islam yang penuh persaudaraan universal. Berbicara bahasa Arab membuat citra kuat status kemusliman seseorang di kalangan komunitas yang tidak berbahasa Arab. Sebagai orang bukan Arab, kita akan disambut layaknya seorang saudara didalam komunitas bangsa Arab, dan dikagumi ketika kita mampu berbicara bahasa Arab klasik.
  8. Hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Al Hafidz Ibnu Asakir dengan sanad dari Malik: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Rabb itu satu, bapak itu satu, dan agama itu satu. Bukanlah Arab di kalangan kamu itu sebagai bapak atau ibu. Sesungguhnya Arab itu adalah lisan (bahasa), maka barangsiapa yang berbicara dengan bahasa Arab, dia adalah orang Arab”.
  1. Bahasa Arab adalah bahasa Nabi Muhammad dan bahasa verbal para sahabat. Hadits-hadits Nabi yang sampai kepada kita dengan berbahasa Arab. Demikian juga kitab-kitab fikih, tertulis dengan bahasa ini. Oleh karena itu, penguasaan bahasa Arab menjadi pintu gerbang dalam memahaminya.
  2. Susunan kata bahasa Arab tidak banyak. Kebanyakan terdiri atas susunan tiga huruf saja. Ini akan mempermudah pemahaman dan pengucapannya.
  3. Indahnya kosakata Arab. Orang yang mencermati ungkapan dan kalimat dalam bahasa Arab, ia akan merasakan sebuah ungkapan yang indah dan gamblang, tersusun dengan kata-kata yang ringkas dan padat.

Pengaruh Bahasa Arab Untuk Pendidikan

  1. 1.    Mempermudah Penguasaan Terhadap Ilmu Pengetahuan

Islam sangat menekankan pentingnya aspek pengetahuan melalui membaca. Allah ta’ala berfirman,

اقرأ باسم ربك الذي خلق

“Bacalah dengan nama Rabb-mu yang menciptakan.”(QS.Al ‘Alaq: l) Melalui bahasa Arab, orang dapat meraih ilmu pengetahuan. Sebab bahasa Arab telah menjadi sarana mentransfer pengetahuan. Bukti konkretnya, banyak ulama yang mengabadikan berbagai disiplin ilmu dalam bait-bait syair yang lebih dikenal dengan nazham (manzhumah atau nazhaman). Dengan ini, seseorang akan relatif lebih mudah mempelajarinya, lantaran tertarik pada keindahan susunannya, dan menjadi keharusan untuk menghafalnya bagi orang yang ingin benar-benar menguasainya dengan baik.

Sebagai contoh, kitab Asy Syathibiyah Fi Al Qiraati As Sab’i Al Mutawatirati ‘Anil Aimmati Al Qurrai As Sab’ah, adalah matan syair yang berisi pelajaran qiraah sab’ah, karangan Imam Al Qasim bin Firah Asy Syathibi. Buku lain yang berbentuk untaian bait syair, Al Jazariyah, yaitu buku tentang tajwid karya Imam Muhammad bin Muhammad Al Jazari. Dalam bidang ilmu musthalah hadits, ada kitab Manzhumah Al Baiquniyah, karya Syaikh Thaha bin Muhammad Al Baiquni. Dan masih banyak contoh lainnya.

2. Meningkatkan Ketajaman Daya Pikir

Dalam hal ini, Umar bin Khaththab berkata, Pelajarilah bahasa Arab. Sesungguhnya ia dapat menguatkan akal dan menambah kehormatan.”

Pengkajian bahasa Arab akan meningkatkan daya pikir seseorang, lantaran di dalam bahasa Arab terdapat susunan bahasa indah dan perpaduan yang serasi antar kalimat. Hal itu akan mengundang seseorang untuk mengoptimalkan daya imajinasinya. Dan ini salah satu faktor yang secara perlahan akan menajamkan kekuatan intelektual seseorang. Pasalnya, seseorang diajak untuk merenungi dan memikirkannya. Renungkanlah firman Allah ta’ala, “Barangsiapa yang menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS Al Hajj: 31)

Lantaran dahsyatnya bahaya syirik kepada Allah, maka permisalan orang yang melakukannya bagaikan sesuatu yang jatuh dari langit yang langsung disambar burung sehingga terpotong-potong tubuhnya. Demikian perihal orang musyrik, ketika ia meninggalkan keimanan, maka syetan-syetan ramai-ramai menyambarnya sehingga terkoyak dari segala sisi, agama dan dunianya, mereka hancurkan. (Tafsir As Sa’di)

3. Mempengaruhi Pembinaan Akhlak

Orang yang menyelami bahasa Arab, akan membuktikan bahwa bahasa ini merupakan sarana untuk membentuk moral luhur dan memangkas perangai kotor.

Berkaitan dengan itu, Ibnu Taimiyah berkata: “Ketahuilah, perhatian terhadap bahasa Arab akan berpengaruh sekali terhadap daya intelektualitas, moral, agama (seseorang) dengan pengaruh yang sangat kuat lagi nyata. Demikian juga akan mempunyai efek positif untuk berusaha meneladani generasi awal umat ini dari kalangan sahabat, tabi’in dan meniru mereka, akan meningkatkan daya kecerdasan, agama dan etika”. (Iqtidha Shiratil Mustaqim, hlm. 204)

Misalnya, penggalan syair yang dilantunkan Habib bin Aus yang menganjurkan berperangai dengan akhlak yang baik:

Manusia senantiasa dalam kebaikan,
selama ia mempunyai rasa malu
Batang pohon senantiasa abadi,
selama kulitnya belum terkelupas
Demi AIlah, tidak ada sedikit pun kebaikan dalam kehidupan,
Demikian juga di dunia, bila rasa malu telah hilang sirna

Juga ada untaian syair yang melecut orang agar menjauhi tabiat buruk.
Imam Syafi’i mengatakan:

Bila dirimu ingin hidup
dengan bebas dari kebinasaan,
(juga) agamamu utuh dan kehormatanmu terpelihara,
Janganlah lidahmu
mengungkit cacat orang,
Tubuhmu sarat dengan aib, dan orang (juga)
memiliki lidah.

Jadi, bahasa Arab tetap penting, Bahkan menjadi ciri khas kaum muslimin. Seyogyanya menjadi perhatian kaum muslimin. Dengan memahami bahasa Arab, penguasaan terhadap Al Qur’an dan As Sunnah menjadi lebih mudah. Pada gilirannya, akan mengantarkan orang untuk dapat menghayati nilai-nilainya dan mengamalkannya dalam kehidupan.

  1. C.    Dimensi Bahasa Al-Qur’an

            Bahasa Al-Qur’an memiliki hakekat yang khusus. Hal ini karena hakekat Al-Qur’an itu sendiri, yaitu sebagai sarana komunikasi antara Tuhan dengan Makhluk-Nya. Sedangkan bahasa dalam pengertian umum hanya merupakan sarana komunikasi antara sesama manusia. Memang dapat dimaklumi Al-Qur’an secara empiris merupakan suatu naskah teks, sebagai suatu kitab yang menggunakan sarana komunikasi bahasa. Namun demikian hendaklah dipahami bahwa Al-Qur’an berbeda dengan teks sastra ataupun teks-teks lainnya. Kekhususan ini karena sifat hakekat bahasa yang terkandung di dalamnya memiliki fungsi yang berbeda dengan fungsi bahasa lainnyadalam komunikasi antar manusia. Perbedaan ini terletak pada hakekat makna dan fungsi bahasa Al-Qur’an yang khas, universal dan mengatasi ruang serta waktu. Oleh karena itu kajian semantik Al-Qur’an yang hanya mendasarkan pada kaidah-kaidah linguistik dalam menafsirkan makna yang dikandungnya, akan banyak mengalami kesulitan dan keterbatasan.

            Kaelan MS dalam tulisan yang berjudul, “Kajian Makna Al-Qur’an: Suatu Pendekatan Analisa Bahasa” menjelaskan, bahasa Al-Qur’an bukan hanya mengacu pada dunia empirik saja tetapi juga mengacu pada dimensi:

Pertama, dunia, yang meliputi dua hal,

  1. Dunia human, yang meliputi dunia kemanusiaan
  2. Dunia infra human, yang berkaitan dengan dunia binatang, tumbuhan, dan dunia fisik lainnya dengan segala hukum serta sifat masing-masing.

Kedua , aspek metafisik: yaitu suatu hakekat makna di balik hal-hal yang bersifat fisik. Aspek metafisik ini tidak terjangkau oleh indera manusia, ia hanya dapat dipahami, dipkirkan dan dihayati.

Ketiga, adikodrati: yaitu suatu wilayah di balik dunia manusia yang hanya diinformasikan oleh Tuhan melalui wahyu. Misalnya surga, neraka, ruh, hari kiamat dan sebagainya.

Keempat, ilahiyah: yaitu aspek yang berkaitan dengan haekat Allah bahwa Allah memiliki al-Asma’ al-Husna.

Kelima, mengatasi dunia ruang dan waktu. Hal ini dijelaskan oleh Al-Qur’an itu sendiri, misalnya yang berkaitan dengan sejarah para Nabi dan Rosul-Nya, dan yang berkaitan dengan dimensi ruang, misalnya dunia jin, alam kubur, alam ruh, dan sebagainya.

            Mengingat hakekat bahasa Al-Qur’an yang mengacu pada dunia tersebut, maka untuk memahami teks-teks Al-Qur’an tidak mungkin hanya berdasarkan pada kaidah-kaidah linguistik semata. Sebab itu dalam upaya mengatasi stagnasi bahasa, terutama kaitannya dengan dimensi ilahiyah atau dunia metafisik maka sangat realistis bilamana kemudian dikembangkan bahasa metafor dan analogi. Karena bahasa metafor dan analogi dapat menjembatani rasio manusia yang terbatas dengan dimensi Ilahiyah atau metafisik yang serba tidak terbatas.

            Walaupun pada sisi lain bahasa metafor berimplikasi terhadap munculnya penafsiran dan pemahaman baru, tetapi keberadaannya dapat mengakomodasi sehingga Al-Qur’an akan selalu hadir setiap saat tanpa kehilangan daya pikat dan panggilan hermeneutiknya. Dengan kata lain bahasa metafora mengandung misteri dan mitos yang setiap saat akan melahirkan nuansa, visi, imajinasi, dan jawaban konseptual yang baru dan segar kalau saja pembacanya mampu mampu menafsirkan secara kreatif dan kontemplatif dengan mengaitkan pada konteks sosial dan konteks psikologis yang baru.

 

  1. D.    Kekuatan Sastra Al-Qur’an

Adalah memang sangat wajar kalau Al Qur”an dinilai sebagai sebuah kekuatan besar. Al- Qur”an sendiri dengan tegas mengatakan: “Kalau seandainya Al Qur”an ini Kami turunkan di atas sebuah gunung maka gunung itu akan guncang karena takut kepada Allah” (Al Hasyar: 21). Al Qur”an adalah kalam Ilahi yang “mu”jiz”, yang memiliki kekuatan luar biasa yang mengalahkan segala tandingan dari sudut dan aspek mana saja, hanya akal-akal kerdil saja yang masih meragukan akan kehebatan Al Qur”an, dan cenderung untuk meletakkan Al- Qur’an pada posisi yang sejajar dengan akalnya yang terbatas.

Itulah Al Qur”an, sebuah lautan yang seandainya seluruh laut dijadikan tinta untuk menggalinya, niscaya air laut ini akan habis walau didatangkan sebanyak itu lagi, tak akan selesai digali. Kedalaman dan keluasan ilmu yang terkandung dalam Al Qur”an menjadikan kita semua hanya bisa terkagum-kagum, justeru tidak semakin menyombongkan diri menngingkari kehebatannya. Lebih celaka, karena pengingkaran manusia ditambah lagi dengan keangkuhan seolah “pemahaman” mereka jauh lebih hebat dari kandungan Al Qur”an itu sendiri. Kesombongan insan tidak lagi sebatas menantang “penafsiran” ulama lain, tapi telah berada pada batas menantang “kehebatan” Kalam Ilahi itu sendiri. Suatu kesombongan yang sangat luar biasa, bahkan suatu kenaifan yang sebenarnya sangat menjijikkan, karena penantangan seperti itu hanya semakin memperlihatkan “kejahilan” yang hebat dari seseorang. “Walan taf”aluu” (dan kamu tak akan bisa melakukan penantangan itu) tantang Al Qur”an. Itulah sebabnya, semakin direndahkan Al Kitab ini, justru semakin menampakkan kemuliaaannya. Allah sendiri meyakinkan: “Wa Qul Jaa al Haq wa zahaqa al baathilu, innal baathila kaana zahuhuqa” (dan katakan: sungguh kebenaran telah tiba dan kebatilan telah lenyap, dan sungguh (jika bertabrakan) kebatilan itulah yang akan lenyap). Sesungguhnya inilah yang menjadikan “ahli bathil” terkadang panik dalam menyampaikan ide-idenya, karena dari hari ke hari ide-ide mereka semakin tidak populer, walau itu didukung oleh berbagai fasilitas yang lebih hebat dan canggih.

  1. E.     Pengaruh Al-Qur’an Dalam Ranah Bahasa dan Sastra

Sesungguhnya Al-Qur’an telah memberikan inspirasi dan mempengaruhi perilaku manusia. Ia juga menghadirkan cita-cita yang memotivasi mereka dalam mengarungi kehidupan, sehingga tersebarluaslah ungkapan Al-Qur;an pada ucapan mereka dan bercampurbaurlah dengan bahasa keseharian mereka, bahkan mengikat seluruh segi kehidupannya.

Meskipun ungkapan-ungkapan ini hadir menyerupai ungkapan pribahasa yang biasa diucapkan oleh manusia, namun hal itu tidak dianggap sebagai pribahasa Al-Qur’an karena dua alasan:

Pertama: Al-Qur’an sendiri tidak mengidentifikasikan ungkapan-ungkapan ini sebagai pribahasa. Oleh karena itu pribahasa Al-Qur’an sesuai pemahaman konteks Al-Qur’an tentang pribahasa terbatas pada salah satu dari dua bentuk pribahasa, yaitu pribahasa penyerupaan dan perbandingan serta pribahasa cerita atau kisah. Bentuk-bentuk lain selain kedua bentk ini tidak ada landasannya dalam Al-Qur’an.

Kedua: ungkapan-ungkapan ini tidak mungkin dianalogikan dan dibandingkan dengan semua yang dijelaskan dalam Al-Qur’an.

Hal penting yang mengistimewakan ungkapan-ungkapan Al-Qur’an yang sudah tenar dalam ucapan manusia yaitu:

  • Ijaz (ringkas) dan balaghoh (tepat)
  • Cakupannya terhadap nilai-nilai akhlak dan agama yang menyatu dengan realitas, kata-kata bijak, dan nasihat-nasihat yang bernilai.
  • Bersifat umum, artinya berlaku umum dan memungkinkan untuk menerapkannya pada beberapa kondisi selain yang diungkapkan dalam Al-Qur’an.

Ungkapan-ungkapan Al-Qur’an yang tenar dalam ucapan manusia ini dianggap sebagai salah satu sarana terpenting dalam pendidikan dan pengajaran serta menjadi salah satu rambu penunjuk dari banyak rambu-rambu dalam beberapa pelajaran metode mendidik pada Al-Qur’an, sehingga memperoleh pengetahuan dan kepandaian berbahasa disamping pengetahuan fiqih, agama, sejarah, dan sebagainya.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-Qur’an adalah sentral pijakan bagi umat Islam dan memiliki posisi di hati manusia. Di dalamnya tidak hanya menjelaskan satu pokok masalah (akidah), tetapi menyangkut aspek kehidupan umat manusia, baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Al-Qur’an bagi kaum muslimin adalah verbun dei (kalamullah) yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad, Nabi yang ummi melalui perantara Jibril selama kurang lebih dua puluh tiga tahun lamanya.

Al-Qur’an bukan hanya menjadi seperangkat kitab yang memberikan garis aturan, tetapi juga menjadi kunci setiap problem kehidupan bagi umat manusia, karena Al-Qur’an adalah hudan (petunjuk) bagi umat manusia. Tidak ada kitab maha lengkap dibandingkan al-Qur’an, yaitu sebuah kitab yang memiliki keluarbiasaan yang sangat dahsyat. Segala keistimewaan Al-Qur’an tersebut, membuktikan keotentikannya sebagai firman Tuhan, sebagaimana di sebutkan dalam Al-Qur’an sendiri : Qs. Hud : 1. Allah berfirman :

Artinya : Alif laam raa, (inilah) suatu Kitab  yang ayat-ayat-Nya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu,

Al-Qur’an adalah dokumen ilahiyah yang memiliki kandungan nilai-nilai universal yang serba lengkap, baik nilai-nilai religiusitas maupun sosial untuk memenuhi kehidupan umat manusia. Al-Qur’an bukan hanya sekedar rangkaian huruf, tetapi memiliki makna yang tersirat di dalamnya. Sejak awal Islam, terutama pasca penurunan Al-Qur’an, umat Islam terus berupaya untuk mengerti dan memahami isi kandungan Al-Qur’an, sehingga apa yang diajarkan oleh Al-Qur’an dapat dipahami dengan baik dan benar.

Al-Qur’an diturunkan untuk menyeru kepada seluruh umat manusia, yang berbeda taraf pemikiran dan kemampuan akalnya, ada yang diarahkan ke hati, agar terbuka dalam menerima nasihat, dan ada yang diarahkan ke akal, agar merenungkan pembahasan logis dan batil, dan lain sebagainya.

Kandungan universal yang dikandung Al-Qur’an tersebut membuktikan tentang keabsahan Al-Qur’an sebagai mu’jizat terbesar dalam sejarah kemukjizatan para Nabi dan para Rasul. Salah satu aspek kehebatan Al-Qur’an adalah kandungan nilai-nilai kehidupan yang selalu relevan dengan setiap perkembangan zaman. Al-Qur’an selalu mampu mengimbangi bahasa zaman serta mampu memberikan jabawaban-jawaban logis atas problem hidup umat manusia. Inilah salah satu fungsi hudan yang dimiliki oleh Al-Qur’an yang oleh Fazlurrahman disebut sebagai dokumen untuk manusia.

Sebagai kitab terlengkap untuk umat manusia, Al-Qur’an mengandung banyak hal di dalamnya, sehingga dapat menjadi referensi untuk memenuhi kebutuhan umat manusia dalam berbagai aspek, mulai masalah, akidah, moral, politik, ekonomi, budaya, dan masalah bahasa. Semua persoalan tersebut dijelaskan dalam Al-Qur’an dengan sistematis dan sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Al-Qur’an.

 Daftar Pustaka

 

–          Al-Miliji Athif. 2008. “Keindahan Makna Al-Qur’an”. Jakarta: cendikia.

–          Muzakki Akhmad. 2009. “Stilistika Al-Qur’an”. Malang: uin Press.

–          Ahmad Sarwat, Lc. Muslim Blog the Juli 9th, 2008

–          Memahami tatabahasa Al Qur’an. Jumat, 11 Desember 2009 00:49

–          Syamsi Ali, Kekuatan Sastra Al-Qur’an, 10 September 2007

–          Kholil. Keutamaan Bahasa Arab. 26 Januari 2009

BUMN

PENDAHULUAN

  1. A.  Latar Belakang

            Sebagai realisasi dari pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945 maka didirikanlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN adalah badan usaha yang modalnya sebagian besar/seluruhnya milik pemerintah/negara.

            Sebagai badan usaha yang dimiliki oleh negara, BUMN mempunyai peranan penting dalam perekonomian sebagai berikut:

 BUMN di harapkan dapat mengelola dan menggunakan cabang-cabang produksi yang vital untuk memenuhi kebutuan masyrakat secara maksiml demi tercapainya kesejateran dn kemakmuran rakyat pada umumnya.

 Pemerintah melalui perusahaan negara (BUMR) dapat melayani masyarakat secara maksimal

 Perusahaan negara (BUMN)diharapkan menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang berasal dari pendapatan non pajak

 BUMN diharapkan dapat menyediakan lapangan kerja sehingg dapat membantu mengatasi pengangguran

 BUMN yang melakukan kegiatan ekspor, impor dapat menmbah pengasilan defisa bagi negara

 BUMN di harapkan dapat mempercepat pertumbuan ekonomi nasional

BUMN adalah suatu perusahaan yang seluruh modalnya atau sebagian dimiliki oleh Negara, adapun tujuan pemerintah mendirikan BUMN adalah sebagai berikut:

• Melayani kepentingan masyarakat umum

 • Mencegah praktek monopoli swasta

 • Sumber pendapatan Negara

 Bentuk-bentuk badan usaha menurut UU No. 9 Th 1969, terdiri atas Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum), dan Persero (PT)

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perjan, Perum, dan Persero

a) Perusahaan Jawatan (PERJAN)

            Merupakan perusahaan milik negara yang bergerak di bidang jasa. Tujuanya untuk melayani kepentingan umum/masyarakat luas (PUBLIC SERVICE). Merupakan bagian dari suatu departemen pemerintah yang di pimpin oleh seorang kepala yang bersesatus pegawai negeri sipil

            Ciri-ciri perjan

 Bertujuan untuk melayani masyarakat

 Pimpinan dan karyawan bersetatus sipil

 Merupakan bagian dari departemen pemerintah

 Memperoleh fasilitas negara

 Dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada atasannya dalam hal ini kepala menteri/dirjen departem yang bersangkutan

Contoh perjan: Perusahaan jawatan kereta api dan jawatan penggadaian

Sejak tahun 1991, perusahaan berubah status menjadi perusahaan umum, PJKA menjadi perumka dan perusahaan jawatan penggadaian berubah menjadi perum penggadaian

 

b) Perusahaan umum (PERUM)

            Perum merupakan perusahaan milik negara yang tujuannya disamping melayani kepentingan umum juga diperbolehkan mencaei keuntungan

            Ciri-ciri PERUM

 Bertujuan melayani kepentingan umum, tapi diperbolehkan untuk mencari laba dengan prinsip kerja efisien dan efekifitas

 Bersetatus badan hukum yang diatur berdasarkan UU

 Bergerak di bidang usaha yang vital

 Berada di bawah pimpinan dewan direksi

 Pimpinan dan karyawan bersetatus pegawai negeri

 Mempuya nama dan kekayaan sendiri yang di pisahkan dari kekayaan negara

 Diatur secara perdata

 Laporan tahunan perusahaan yang terdiri dari laporan rugi/laba, neraca dan laporan perubahan modal disampaikan oleh pemerintah

            Contoh PERUM:

 Perusahaan umum kereta api

 PERUM Dinas angkutan motor republik Indonesia

 PERUM Pengadilan

 PERUM Perumahan umum Nasional

c) Perusahaan Perseroan (PERSERO)

            Perusahaan perseroan merupakan perusahaan Negara yang biasanya berbentuk PT (Perseroan Terbatas). Bertujuan untuk mencarilaba/keuntungan.

Ciri-ciri PT:

 Tujuannya lebih besar(dominan) untuk mencari laba

 Biasanya berbentuk PT

 Sebagian besar seluruh modalnya milik pemerintah dalam bentuk saham-saham, tapi memungkinkan kerja sama pemilikan modal dengan pihak lain

 Pemerintah sebagai pemegang saham terbesar (minimal 51%)

 Tidak dapat fasilitas negara secara khusus

 Dipimpin dewan direksi

 Pimpinan dan karyawan bersetatus sebagai pegawai swasta

            Contoh perusahaan yang berbentuk PT:

• PT Pos Indonesia

• PT Pelni

• PT Perkebunan

• PT GIA (Garuda Indonesia Airways)

• PT PLN (Perusahaan Listrik Negara)

• PT BTN (Bank Tabungan Negara)

 B.  Contoh Perjan, Perum, dan Persero

  1. PJKA (KAI)

            Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan perusahaan kereta api yang tergabung dalam Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari Jepang.

            Pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya menegaskan bahwa mulai hari itu kekuasaan perkeretaapian berada di tangan bangsa Indonesia sehingga Jepang sudah tidak berhak untuk mencampuri urusan perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya tanggal 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api serta dibentuknya Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI).

            Nama DKARI kemudian diubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Nama itu diubah lagi menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) pada tanggal 15 September 1971. Pada tanggal 2 Januari 1991, nama PJKA secara resmi diubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) dan semenjak tanggal 1 Juni 1999 diubah menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero) sampai sekarang.

  1. 2.    Perum Damri

            Jumlah transportasi darat di Indonesia semakin banyak. Salah satunya Bus DAMRI. Salah satu transportasi darat tertua di Indonesia. Tetapi tidak banyak orang yang mengetahuinya sejarahnya. Dan ini sedikit tentang sejarah Perum DAMRI. Semoga dapat bermanfaat.
Sejarah Perum DAMRI adalah bagian dari sejarah perjuangan pergerakan bangsa Indonesia sejak Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada hari paling bersejarah bagi bangsa dan negara Indonesia itu perusahaan angkutan yang merupakan cikal bakal Perum DAMRI resmi menjadi milik pemerintahan Republik Indonesia.

            Sebelumnya, Perum DAMRI adalah dua perusahaan jawatan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang yaitu Zidosha Sokyoku dan Jawa Unyu Zigyosha pada tahun 1943. Tugas Zidosha Sokyoku menyelenggarakan angkutan barang dengan keadaan truk dan gerobak. Oleh para pemuda yang bekerja di kedua jawatan itu, setelah Jepang menyatakan kalah perang, kedua jawatan itu diserahkan kepemilikannya kepada pemerintah RI yang baru saja memproklamirkan diri.

            Kemudian berdasarkan maklumat Menteri Perhubungan RI No. 1/DAM/46 tanggal 25 November 1946 kedua jawatan itu dijadikan satu dengan nama baru Djawatan Angkutan Motor Republik Indonesia (DAMRI). Tanggal tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari kelahiran DAMRI. Tugas yang diemban adalah melaksanakan penyelenggaraan angkutan darat untuk masyarakat dengan sarana angkutan yang dimiliki seperti truk, bus serta angkutan motor lainnya.

            Dalam perkembangannya, melihat potensi DAMRI dalam menangani pembangunan transportasi darat yang sangat penting bagi wilayah Indonesia, sebutan jawatan diubah menjadi Perusahaan Negara Angkutan Motor DAMRI yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No. 233 tahun 1961. Kemudian diubah menjadi PERUM yang dtetapkan dengan Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1982 dan dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1984 sebagai Perum DAMRI.

  1. 3.    Perum Pegadaian

            Sejarah Pegadaian dimulai pada saat Pemerintah Penjajahan Belanda (VOC) mendirikan BANK VAN LEENING yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai, lembaga ini pertama kali didirikan di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746.

Ketika Inggris mengambil alih kekuasaan Indonesia dari tangan Belanda (1811-1816) Bank Van Leening milik pemerintah dibubarkan, dan masyarakat diberi keleluasaan untuk mendirikan usaha pegadaian asal mendapat lisensi dari Pemerintah Daerah setempat (liecentie stelsel).Namun metode tersebut berdampak buruk, pemegang lisensi menjalankan praktek rentenir atau lintah darat yang dirasakan kurang menguntungkan pemerintah berkuasa (Inggris). Oleh karena itu, metode liecentie stelsel diganti menjadi pacth stelsel yaitu pendirian pegadaian diberikan kepada umum yang mampu membayarkan pajak yang tinggi kepada pemerintah.

            Pada saat Belanda berkuasa kembali, pola atau metode pacth stelsel tetap dipertahankan dan menimbulkan dampak yang sama dimana pemegang hak ternyata banyak melakukan penyelewengan dalam menjalankan bisnisnya. Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda menerapkan apa yang disebut dengan ‘cultuur stelsel’ dimana dalam kajian tentang pegadaian, saran yang dikemukakan adalah sebaiknya kegiatan pegadaian ditangani sendiri oleh pemerintah agar dapat memberikan perlindungan dan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad (Stbl) No. 131 tanggal 12 Maret 1901 yang mengatur bahwa usaha Pegadaian merupakan monopoli Pemerintah dan tanggal 1 April 1901 didirikan Pegadaian Negara pertama di Sukabumi (Jawa Barat), selanjutnya setiap tanggal 1 April diperingati sebagai hari ulang tahun Pegadaian.

            Pada masa pendudukan Jepang, gedung Kantor Pusat Jawatan Pegadaian yang terletak di Jalan Kramat Raya 162 dijadikan tempat tawanan perang dan Kantor Pusat Jawatan Pegadaian dipindahkan ke Jalan Kramat Raya 132. Tidak banyak perubahan yang terjadi pada masa pemerintahan Jepang, baik dari sisi kebijakan maupun Struktur Organisasi Jawatan Pegadaian. Jawatan Pegadaian dalam Bahasa Jepang disebut ‘Sitji Eigeikyuku’, Pimpinan Jawatan Pegadaian dipegang oleh orang Jepang yang bernama Ohno-San dengan wakilnya orang pribumi yang bernama M. Saubari.

            Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, Kantor Jawatan Pegadaian sempat pindah ke Karang Anyar (Kebumen) karena situasi perang yang kian terus memanas. Agresi militer Belanda yang kedua memaksa Kantor Jawatan Pegadaian dipindah lagi ke Magelang. Selanjutnya, pasca perang kemerdekaan Kantor Jawatan Pegadaian kembali lagi ke Jakarta dan Pegadaian kembali dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dalam masa ini Pegadaian sudah beberapa kali berubah status, yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari 1961, kemudian berdasarkan PP.No.7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN), selanjutnya berdasarkan PP.No.10/1990 (yang diperbaharui dengan PP.No.103/2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum (PERUM) hingga sekarang.

            Kini usia Pegadaian telah lebih dari seratus tahun, manfaat semakin dirasakan oleh masyarakat, meskipun perusahaan membawa misi public service obligation, ternyata perusahaan masih mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam bentuk pajak dan bagi keuntungan kepada Pemerintah, disaat mayoritas lembaga keuangan lainnya berada dalam situasi yang tidak menguntungkan.

  1. 4.    Pertamina

            PT Pertamina (Persero) (dahulu bernama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara) adalah sebuah BUMN yang bertugas mengelola penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia.

            Pertamina pernah mempunyai monopoli pendirian SPBU di Indonesia, namun monopoli tersebut telah dihapuskan pemerintah pada tahun 2001. Perusahaan ini juga mengoperasikan 7 kilang minyak dengan kapasitas total 1.051,7 MBSD, pabrik petrokimia dengan kapasitas total 1.507.950 ton per tahun dan pabrik LPG dengan kapasitas total 102,3 juta ton per tahun.

            Pertamina adalah hasil gabungan dari perusahaan Pertamin dengan Permina yang didirikan pada tanggal 10 Desember 1957. Penggabungan ini terjadi pada 1968. Direktur utama (Dirut) yang menjabat saat ini adalah Karen Agustiawan yang dilantik oleh Menneg BUMN Syofan Djalil pada 5 Februari 2009 menggantikan Dirut yang lama Ari Hernanto Soemarno. Pelantikan Karen Agustiawan ini mencatat sejarah penting karena ia menjadi wanita pertama yang berhasil menduduki posisi puncak di perusahaan BUMN terbesar milik Indonesia itu.

            Kegiatan Pertamina dalam menyelenggarakan usaha di bidang energi dan petrokimia, terbagi ke dalam sektor Hulu dan Hilir, serta ditunjang oleh kegiatan anak-anak perusahaan dan perusahaan patungan.

            Masa Jabatan Direktur Utama adalah 3 tahun.Berikut adalah daftar Direktur Utama Pertamina:

No

Nama

Awal Jabatan

Akhir Jabatan

1 Soegijanto 1996 1998
2 Martiono Hadianto 1998 2000
3 Baihaki Hakim 2000 2003
4 Ariffi Nawawi 2003 2004
5 Widya Purnama 2004 2006
6 Ari Hernanto Soemarno 2006 2009
7 Karen Agustiawan 2009 sekarang

  1. 5.    Persero PLN

            Perusahaan Listrik Negara (disingkat PLN) adalah sebuah BUMN yang mengurusi semua aspek kelistrikan yang ada di Indonesia. Direktur Utamanya adalah Dahlan Iskan, yang dilantik pada 23 Desember 2009 menggantikan Fahmi Mochtar (yang menjabat sejak 2008).

            Ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, ketika beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkitan tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Pengusahaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dimulai sejak perusahaan swasta Belanda NV. NIGM memperluas usahanya di bidang tenaga listrik, yang semula hanya bergerak di bidang gas. Kemudian meluas dengan berdirinya perusahaan swasta lainnya.

Setelah diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, perusahaan listrik yang dikuasai Jepang direbut oleh pemuda-pemuda Indonesia pada bulan September 1945, lalu diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia. Pada tanggal 27 Oktober 1945 dibentuklah Jawatan Listrik dan Gas oleh Presiden Soekarno. Waktu itu kapasitas pembangkit tenaga listrik hanyalah sebesar 157,5 MW.

 Peristiwa:

    * Tanggal 1 Januari 1961, dibentuk BPU – PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di bidang listrik, gas dan kokas.

    * Tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan dan dibentuk 2 perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola gas.

Saat itu kapasitas pembangkit tenaga listrik PLN sebesar 300 MW.

    * Tahun 1972, Pemerintah Indonesia menetapkan status Perusahaan Listrik Negara sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN).

    * Tahun 1990 melalui peraturan pemerintah No 17, PLN ditetapkan sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan.

    * Tahun 1992, pemerintah memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga listrik.

Sejalan dengan kebijakan di atas maka pada bulan Juni 1994 status PLN dialihkan dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).

  1. 6.    PT Pos Indonesia

Sejarah PT Pos Indonesia (Persero)

Tahun Uraian
26 – 8- 1746 Kantorpos pertama di Indonesia adalah di Batavia  didirikan oleh Gubernur Jendral GW Baron
1906 Posts Telegraafend Telefoon Diensts
27-9 – 1945 Jawatan PTT Republik Indonesia ditandai Pengambilalihan Kantor Pusat PTT di Bandung oleh  Angkatan Muda PTT dari pemerintahan Militer Jepang. Tanggal  tersebut diperingati sebagai Hari Bakti Postel
1961 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.240 Tahun 1961 status Jawatan PTT berubah menjadi Perusahaan Negara (PN) Pos dan Telekomunikasi
1965 PN Pos dan Telekomunikasi dibagi dua menjadi : PN Pos dan Giro berdasarkan Peraturan Pemerintah No 29 Tahun 1965 dan PN Telekomunikasi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 30 Tahun 1965
1978 Berdasarkan Peraturan Pemerintah  No.9 Tahun 1978, status PN Pos dan Giro diubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pos dan Giro.
20 – 6-1995 Dasar Hukum :

Undang-undangNomor 1 Tahun 1995 tentang Perusahaan Perseroan;

Peraturan Pemerintah RI Nomor 5 Tahun 1995 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Pos dan Giro menjadi Perusahaan (Persero) (Lembaran Negara RI Tahun 1995 Nomor 11);

Anggaran Dasar PT Pos Indonesia (Persero) yang tercantum dalam akta Notaris Sutjipto, SH Nomor117 tanggal 20 Juni 1995 tentang Pendirian Perusahaan Persero PT Pos  Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan akta Notaris  Sutjipto, SH Nomor 89 tanggal 21 September 1998 dan Nomor111 tanggal 28 Oktober 1998

PENUTUP

  1. A.  Kesimpulan

            Perjan, perum, dan persero merupakan perusahaan milik negara. adapun perusahaan jawatan saat ini sudah tidak ada lagi. seperti PJKAI dan DAMRI telah di ubah menjadi perum.

            Dan adapun maksud dan tujuan dari ketiganya adalah:

  • memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian negara pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.
  • Mengadakan pemupukan keuntungan/pendapatan.
  • Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa barang dan jasa yang bermutu dan memadai bagi hajat hidup orang banyak.
  • menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.
  • Turut aktif memberikanbimbingan kegiatan kepada sektor swasta, khususnya pengusaha golongan ekonomi lemah dan koperasi.
  • Turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya.

REFERENSI

 

–          Ibrahim R, S.H.,M.H. “ BUMN dan Kepentingan Umum”, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997

–          Djamin Zulkarnain, “Perekonomian Indonesia”, LPFE UI, Jakarta, 1993

–          Wikipedia, Perusahaan Listrik Negara.htm,  2010-10-05

–          Pos Indonesia Online

Visi dan Misi Diknas

PENDAHULUAN

  1. A.    Latar Belakang

Pembahasan Pendidikan Nasional tidak terlepas dari pendidikan itu sendiri. Pada abad XX ilmu pendidikan sudah merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Demikian pula pendidikan nasional sudah merupakan ilmu yang sudah berdiri sendiri. Keduanya telah mempunyai objek, metode dan sistematika. Ilmu pendidikan berobjek anak didik, sedang pendidikan nasional berobjek pada pendidikan suatu negara atau bangsa.

Dalam hal ini tidak berarti keduanya lepas, tapi keduanya saling berhubungan. Hanya bedanya ada yang khusus, artinya hanya untuk suatu negara atau bangsa.

Pembahasan pendidikan nasional perlu dilengkapi sejarah tentang undang-undang pendidikan yang pernah berlaku di Indonesia. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 2 April 1950 No. 4 th 1950 jo No. 12 tahun 1954, berlakulah UU Pokok Pendidikan di seluruh wilayah Negara Kesatuan RI. Pada th.1966 berdasarkan ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang agama, pendidikan dan kebudayaan merubah Bab XII Pasal 20 ayat 1 UU Pendidikan No. 4 Th. 1950 jo No. 12 th. 1954 yang berbunyi : “ Dalam Sekolah-sekolah Negeri diajarkan agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut”. Perubahannya berbunyi “Pendidikan Agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Universitas-universitas Negeri”.

Sedang pada Bab III Pasal 4 yang berbunyi” Pendidikan dan Pengajaran berdasar asas-asas yang termaktub dalam Pendidikan UUD Negara Republik Indonesia dan atas Kebudayaan Kebangsaan Indonesia”. Diubah menjadi “Dasar Pendidikan adalah Filsafat Negara Pancasila”.

“Tujuan Pendidikan adalah membentuk manusia Pancasila sejati, berdasar ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan dan isi UUD 1945”.

Pada tahun 1961 dikeluarkan UU Pendidikan Tinggi No.22 yang terkenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan Pengajaran, Penelitian, dan Pengabdian pada Masyarakat.

Pada tahun 1989 dikeluarkan UU tentang Sistem Pendidikan Nasional yang terdiri dari xx Bab dan 59 pasal dengan Peraturan Pemerintah tahun 1990 No. 27,28,29 dan 30. UU inlah yang berlaku. Pendahuluan ini membahas masalah pendidikan Nasional, dasar dan tujuan pedidikan, peserta didik, pendidik dan jalur pendidikan.

 

         B. Rumusan Masalah

a. apakah pengertian pendidikan?

b. apakah pengertian pendidikan nasional?

c. apakah tujuan pendidikan nasional?

d. apakah visi dan misi pedidikan nasional?

   C. Tujuan Masalah

a. mengetahui arti pendidikan

b.mengetahui pengertian dari pendidikan nasional

c. mengetahui dan tujuan pendidikan nasional

d. mengetahui visi dan misi pendidikan nasional


PEMBAHASAN

 

  1. A.    Pendidikan

Secara teoritis pengertian pendidikan banyak sekali para ahli mengemukakan akan pendapat-pendapatnya. Pada prinsipnya tidak berbeda, hanya yang satu lebih luas dari yang lain.

S. Brojonegoro mengemukakan: “ Pendidikan adalah tuntunan kepada pertumbuhan manusia mulai lahir sampai tercapainya kedewasaan, dalam arti rohaniah dan jasmaniah”. (1966;2)

Langeveld mengemukakan yang dikutip oleh Ny Sutari Imam Bernadib: “Pemberian bimbingan dan bantuan rohani yang masih memerlukan”.

UU No. 2 tahun 1989 Bab 1, Pasal 1 ayat 1 berbunyi: “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pegajaran, dan atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang”. Masih banyak lagi pendapat-pendapat tentang pendidikan.

Dari ketiga pedapat tersebut perlu adanya penjelasan. Sebab pendidikan tidak hanya dilaksanakan mulai lahir. Bagi orang-orang pada umumnya akan membantah bahwa it tidak benar . tetapi mereka secara tidak menyadari telah melakukannya. Misalnya; bagi kebanyakan ibu-ibu pada umumnya baik untuk orang Jawa, Sunda, Sumatera, bila mereka mengandung merupakan pantangan bicara yang kotor, berbuat yang dapat menyebabkan dalam kelahiran menjadi sulit, menyumbat lubang, membunuh binatang dan lain-lain.

Contoh-contoh tersebut satu bukti, bahwa pendidikan berlangsung sebelum lahir. Jadi dapat disimpulkan bahwa pedidikan adalah usaha atau tuntunan pertumbuhan manusia sejak sebelum lahir sampai dewasa, baik itu dalam bidang jasmani maupun rohani. Setelah dewasa tidak berarti pendidikan itu berhenti melainkan masih berlangsung sampai mati. Hal ini senada dengan apa yang terdapat pada GBHN yang bunyinya sebagai berikut: “Pendidikan pada hakikatnya usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup”.

B.     Pendidikan Nasional

Pendidikan Nasional adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah, berlangsung sejak sebelum lahir sampai mati, sesuai dengan dasar, tujuan serta norma-norma yang berlaku pada bangsa atau negara itu.

Pendidikan Nasioanal adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD negara Republik Indonesia tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman, dan untuk mewujudkan cita-cita ini diperlukan perjuangan seluruh lapisan masyarakat.

Bentuk, sistem, jenis dan lain-lain serta pelaksanaan diatur dengan undang-undang. Sebelum tertuang dalam undang-undang pada umumnya para ahli telah membuat suatu konsep yang akhirnya disahkan oleh pemerintah. Konsep-konsep tadi tidak akan terlepas dari tinjauan pendidikan yang ada sebelumnya, baik pendidikan di negara sendiri maupun pendidikan negara lain yang sejalan dan tidak bertentangan dengan dasar dan tujuan negara tersebut.

  1. C.      Tujuan Pendidikan Nasional

Pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa, melalui pendidikan bangsa akan tegak mampu menjaga martabat. Dalam UU 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 disebutkan: “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

  1. D.     Visi dan Misi Pendidikan Nasional

Visi dan misi pendidikan nasional telah menjadi rumusan yang dituangkan pada bagian “Penjelasan” atas UU 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional. Visi dan misi pendidikan nasional ini adalah merupakan bagian dari strategi pembaruan sistem pendidikan. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dengan visi tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi:

  1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia
  2. Membantu dan mengfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar
  3. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral
  4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global
  5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidkan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks negara kesatuan Republik Indonesia.

Ada juga sumber lain yang mengatakan bahwasannya Pendidikan Nasional mempunyai misi:

  • Mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan berkualitas guna mewujudkan bangsa yang berakhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, disiplin, bertanggungjawab, terampil, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
  • Mewujudkan kehidupan sosial budaya yang berkepribadian, dinamis, kretaif, dan berdaya tahan terhadap pengaruh globalisasi.
  • Meningkatkan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan, dan mantapnya persaudaraan antarumat beragama yang berakhlak mulia, toleran, rukun, dan damai.
  • Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dalam rangka memberdayakan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional terutama pengusaha kecil, menengah, dan koperasi.

PENUTUP

 

A. Kesimpulan

Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasla dan UUD negara Republik Idonesia tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Banyak sekali kritik yang mengarah kepada sistem Pendidikan Nasional yang dinilai mulai kehilangan rohnya.

Pendidikan Nasioanal mempunyai visi dan misi yang mengandung makna agar pendidikan nasioanal dapaat berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

DAFTAR PUSTAKA

 Drs. Soeparman, 1995, Pendidikan Nasional, PT. Bina Ilmu, Surabaya

Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed., Membenahi Pendidikan Nasional, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2002

Ichsan, Posted on Jumat, 7 November 2008

Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed.,Standarisasi Pendidikan Nasional, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2006

 Malang,  13 Oktober 2009

Ibnu Rusyd

  1. A.    Pendahuluan

Pengaruh dominan filsafat Yunani terhadap pemikiran filsafat dalam Islam tidak terbantahkan, bahkan dominasi tersebut diakui oleh para filosof Muslim. Secara diplomasi Alkindi mengatakan bahwa filsafat Yunani telah membantu umat Islam dengan bekal dan dasar-dasar pikiran serta membuka jalan bagi ukuran-ukuran kebenaran. Karena itu, beberapa teori filsafat Yunani, khususnya Aristoteles dipandang sejalan dengan ajaran Islam seperti teori ketuhanan, jiwa dan roh, penciptaan alam dan lain-lain. Alkindi dan juga beberapa filosof Muslim setelahnya muncul sebagai penerjemah, pen-syarah dan juga komentator “Yunani”. Ibnu Rusyd memandang Aristoteles sebagai seorang pemikir terbesar yang pernah lahir, ia seorang bijaksana yang memiliki ketulusan keyakinan. Maka dalam syairnya Divine Comedy, Dante mengatakan Ibnu Rusyd sebagai komentator terbesar terhadap filsafat Aristoteles dimasanya mengalahkan keterkenalannya dalam pengetahuan lain seperti fisika, kedokteran dan astronomi.

Dominasi pengaruh filsafat Yunani demikian, tak pelak menimbulkan masalah dan tantangan tersendiri terhadap eksistensi filsafat Islam. Secara internal munculnya kritisisme dan bahkan tuduhan negatif oleh kalangan ulama orthodok terhadap pemikiran filsafat dalam Islam. Secara eksternal ada sanggahan bahwa sebenarnya filsafat Islam tidak ada, yang ada hanyalah umat Islam memfilsafatkan filsafat Yunani agar sesuai dengan ajaran Islam. Persoalannya adalah apakah benar filsafat telah menyelewengkan keyakinan Islam? Dengan demikian, benarkah para filosof Muslim adalah ahli bid’ah dan kufr? Seperti terlihat dalam tuduhan-tuduhan kaum orthodok.

Persoalan ini sangat urgen untuk diselesaikan karena sudah menyangkut persoalan sensitif keimanan dan karena ternyata ikhtilaf dalam metode keilmuan untuk memahami ajaran agama sampai pada klaim-klaim kebenaran tentang status agama seseorang. Karena itu persoalan ini diangkat dalam paper ini dengan tema Pemikiran Ibnu Rusyd.tentang filsafat.

  1. B.  Pembahasan

a. Biografi Singkat Ibu Rusyd

Diantara para filsuf Islam, Ibnu Rusyd adalah salah seorang yang paling dikenal dunia Barat dan Timur. Nama lengkapnya Abu al-Walid Muhammad ibnu Ahmad Ibnu Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ahmad ibnu Rusyd, lahir di Cordova, Andalus pada tahun 520 H/ 1126 M, sekitar 15 tahun setelah wafatnya abu Hamid al-Ghazali. Ia ditulis sebagai satu-satunya filsuf Islam yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang semuanya menjadi fuqaha’ dan hakim. Ayahnya dan kakeknya menjadi hakim-hakim agung di Andalusia. Ibnu Rusyd sendiri menjabat hakim di Sevilla dan Cordova pada saat terjadi hubungan politik yang penting antara Andalusia dengan Marakasy, pada masa Khalifah al-Manshur. Hal itu mencerminkan kecerdasan otak dan ghirah kepada ilmu pengetahuan dalam keluarga ini sudah tumbuh sejak lama yang kemudian semakin sempurna pada diri ibnu Rusyd. Karena itu, dengan modal dan kondisi ini ia dapat mewarisi sepenunya intelektualitas keluarganya dan menguasai berbagai disiplin ilmu yang ada pada masanya.

Tidak hanya seorang ilmuan terpandang, ia juga ikut ke medan perang melawan Alphonse, raja Argon. Khalifah begitu menghormati Ibnu Rusyd melebihi penghormatannya pada para pejabat daulah al-Muwahhidun dan ulama-ulama yang ada masa itu. Walaupun demikian Ibnu Rusyd tetap menjadi orang yang rendah hati, ia menampilkan diri secara arif selayaknya seorang guru dalam memberi petunjuk dan pengajaran pada umat. Hubungan dekat dengan Khalifah segera berakhir, setelah Khalifah menyingkirkannya dari bahagian kekuasaan di Cordova dan buku-buku karyanya pernah diperintahkan Khalifah untuk dimusnahkan kecuali yang berkaitan dengan ilmu-ilmu murni saja. Ibnu Rusyd mengalami hidup pengasingan di Yasyanah. Tindakan Khalifah ini menurut Nurcholish Madjid, hanya berdasarkan perhitungan politis, dimana suasana tidak kondusif dimanfaatkan oleh para ulama konservatif dengan kebencian dan kecemburuan yang terpendam terhadap kedudukan Ibnu Rusyd yang tinggi.

Pengalaman pahit dan tragis yang dialami Ibnu Rusyd adalah seperti pengalaman hidup yang dialami para pemikir kreatif dan inovatif terdahulu. Namun kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, membaca, menulis dan bermuzakarah tidak pernah surut. Kecintaan pada ilmu pengetahuan membentuk kepribadiannya sebagai seorang inklusif, toleran dan suka memberi maaf. Sifat kepribadian ini menurut al-Aqqad menyebabkan ia (saat menjadi hakim) selalu sulit dalam menjatuhkan eksekusi, dan jika eksekusi harus dilakukan ia serahkan kepada para wakilnya.

Di dunia Barat ia disebut dengan Averroes, menurut Sirajuddin Zar, sebutan ini sebenarnya lebih pantas untuk kakeknya. Karena sebutan ini adalah akibat terjadinya metamorfose Yahudi-Spanyol-Latin. Kata Arab Ibnu oleh orang Yahudi diucapkan seperti kata Ibrani Aben, sedangkan dalam standar Latin Rusyd menjadi Rochd. Dengan demikian, nama Ibnu Rusyd menjadi Aben Rochd, maka melalui asimilasi huruf-huruf konsonan dan penambahan sisipan sehingga akhirnya menjadi Averroes. Dari Averroes ini muncul sebuah kelompok pengikut Ibnu Rusyd dalam bidang filsafat yang menamakan diri Averroisme. Dalam bidang ini, Ibnu Rusyd memang membuktikan diri sangat ahli dan terhormat, penjelasan-penjelasannya tentang filsafat dan komentarnya terhadap filsafat Aristoteles dinilai yang paling tepat dan tidak ada tandingannya. Sebab itu ada yang menamakannya sebagai guru kedua (bukan al-Farabi), setelah guru pertama Sang Filsuf atau Aristoteles.

Itu tidak berarti Ibnu Rusyd tidak memiliki pemikiran filsafat sendiri, dalam penjelasan al-Ahwani, pandangan-pandangan pribadi Ibnu Rusyd yang mencerminkan pandangan dan pahamnya sendiri terdapat dalam rumusan kesimpulan setelah memberikan uraian dan komentas terhadap filsafat Aristoteles. Ulasan dan Kesimpulan-kesimpulan tersebut terkadang lebih panjang dari terjemahannya terhadap pemikiran Aristoteles sendiri.

Hidup terkucil demikian tidaklah lama (1 tahun) dialami Ibnu Rusyd, karena Khalifah segera mencabut hukumannya dan posisinya direhabilitasi kembali. Tidak lama menikmati semua itu, Ibnu Rusyd wafat pada 1198 M/ 595 H di Marakesh dan usia 72 tahun menurut perhitungan Masehi dan 75 tahun menurut perhitungan Hijrah.

b. Pemikiran Ibnu Rusyd Tentang Filsafat

            Dalam kitabnya Fash al Maqal , ibn Rusyd berpandangan bahwa mempelajari filsafat bisa dihukumi wajib. Dengan dasar argumentasi bahwa filsafat tak ubahnya mempelajari hal-hal yang wujud yang lantas orang berusaha menarik pelajaran, hikmah, ‘ibrah darinya, sebagai sarana pembuktian akan adanya Tuhan Sang Maha Pencipta. Semakin sempurna pengetahuan seseorang tentang maujud atau tentang ciptaan Tuhan , maka semakin sempurnalah ia bisa mendekati pengetahuan tentang adanya Tuhan. Bahkan dalam banyak ayat-ayat-Nya Tuhan mendorong manusia untuk senantiasa menggunakan daya nalarnya dalam merenungi ciptaan-ciptaanNya.

Jika kemudian seseorang dalam pemikirannya semakin menjauh dengan dasar-dasar syar’iy maka ada beberapa kemungkinan, pertama, ia tidak memiliki kemampuan atau kapasitas yang memadai berkecimpung dalam dunia filsafat, dan kedua, ketidakmampuan dirinya mengendalikan diri untuk untuk tidak terseret pada hal-hal yang dilarang oleh agama dan yang ketiga adalah ketiadaan pendamping atau guru yang handal yang bisa membimbingnya memahami dengan benar tentang suatu obyek pemikiran tertentu.

Oleh karena itu tidak mungkin filsuf akan berubah menjadi mulhid, tidak mempercayai eksistensi Tuhan atau meragukan keberadaaan Tuhan, Kalaupun ia berada dalam kondisi semacam itu bisa dipastikan ia mengalami salah satu dari 3 faktor di atas, atau terdapat dalam dirinya gabungan 2 atau 3 faktor-faktor tersebut. Sebab kemapuan manusia dalam menerima kebenaran dan bertindak dalam mencari pengetahuan berbeda-beda. Ibn Rusyd berpendapat ada 3 macam cara manusia dalam memperoleh pengetahuan yakni:

a). Lewat metode Khatabi (retorika)

b) lewat metode Jadali (dialektika)

c) Lewat metode Burhani (demonstratif)

Metode Khatabi digunakan oleh mereka yang sama sekali tidak termasuk ahli takwil , yaitu orang-orang yang berfikir retorik, yang merupakan mayoritas manusia. Sebab tidak ada seorangpun yang berakal sehat kecuali dari kelompok manusia dengan kriteria pembuktian semacam ini (khatabi). Metode Jadali dipergunakan oleh mereka yang termasuk ahli dalam melakukan ta’wil dialektika. Mereka itu secara alamiyah atau tradisi mampu berfikir secara dialektik. Metode Burhani dipergunakan oleh mereka yang termasuk ahli dalam melakukan ta’wil yaqini. Mereka itu secara alamiah mampu karena latihan, yakni latihan filsafat, sehingga mampu berfikir secara demonstratif.

Ta’wil yang dilakukan dengan metode burhani sangat tidak layak untuk diajarkan atau disebarkan kepada mereka yang berfikir dialektik terlebih orang-orang yang berfikir retorik. Sebab jika metode ta’wil burhani diberikan kepada mereka justru bisa menjerumuskan kepada kekafiran . Penyebabnya dalah karena tujuan ta’wil itu tak lain adalah membatalkan pemahaman lahiriyah dan menetapkan pemahaman secara interpretatif. Pernyataan ini merujuk pada Qur’an surat al isra’ : 85 :

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”.

 Allah SWT tidak menjelaskan pengertian ruh karena tingkat kecerdasan mereka itu tidak atau belum memadai sehingga dikhawatirkan justru hal itu akan menyusahkan mereka.

Ketiga metode itu telah dipergunakan oleh Tuhan sebagaimana terdapat dalam teks-teks Al Qur’an. Metode itu dikenalkan oleh Allah SWt sedemikian rupa mengingat derajat pengetahuan dan kemampuan intelektual manusia amat beragam, sehingga Allah SWT tidak menawarkan metode pemerolehan pengetahuan dan kebenaran hanya dengan satu macam cara saja.

Satu pendekatan yang diyakini Ibn Rusyd bisa mendamaikan antara bunyi literal teks yang transenden dengan pemikiran spekulatif – rasionalistik manusia adalah kegiatan Ta’wil . Metode ta’wil bisa dikatakan merupakan isu sentral dalam kitab beliau ini . Al Qur’an terkadang berdiam diri tentang suatu obyek pengetahuan. Lantas ulama melakukan Qiyas (syar’iy) untuk menjelaskan kedudukan obyek pemikiran yang maskut ‘anhu tersebut. Demikian pula dengan nalar burhani , ia merupakan metode ta’wil atau qiyas untuk membincangkan persoalan-persoalan maujud yang tidak dibicarakan oleh Al Qur’an.

Qiyas burhani itu digunakan ketika terjadi kontradiksi anatara gagasan Qur’anik dengan konsep rasional-spekulatif pemikiran manusia. Ibn Rusyd beranggapan bahwa teks syar’iy memiliki keterbatasan makna, . Oleh karena itu jika terjadi ta’arudl dengan qiyas burhani, maka harus dilakukan ta’wil atas makna lahiriyyah teks. Ta’wil sendiri didefinisikan sebagai : makna yang dimunculkan dari pengertian suatu lafaz yang keluar dari konotasinya yang hakiki (riel) kepada konotasi majazi (metaforik) dengan suatu cara yang tidak melanggar tradisi bahasa arab dalam membuat majaz. Misalnya dengan menyebutkan “sesuatu” dengan sebutan “tertentu llainnya” karena adanya faktor kemiripan , menjadi sebab atau akibatnya, menjadi bandingannya atau faktor-faktor lain yang mungkin bisa dikenakan terhadap obyek yang awal.

Ibn Rusyd beranggapan adanya lafaz dhahir (Eksoteris) dalam nash sehingga perlu dita’wil , agar diketahui makan bathinya (Esoteris) yang tersembunyi di dalamnya dengan tujuan menyelaraskan keberagaman kapasitas penalaran manusia dan perbedaan karakter dalam menerima kebenaran . Nash ilahiyyah turun dengan berusaha menyesuaikan bahasa yang paling mudah untuk dimengerti oleh manusia dengan tidak menutup mata terhadap kecenderungan kelompok ulama yang pandai ( al Rasyikhuna fil ‘Ilm ) untuk merenungi makna-makna dibalik lafaz yang tersurat.

Berkaitan dengan penciptaan alam, Rusyd yang menganut Teori Kausalitas (Hukum Sebab-Akibat) berpendapat bahwa memahami alam harus dengan dalil-dalil tertentu agar dapat sampai kepada hakikat dan eksistensi alam. Ada tiga dalil yang menjelaskan teori ini :1. Dalil Inayah yakni dalil yang mengemukakan bahwa alam dan seluruh kijadian di dalamnya, seperti siang dan malam, matahari dan bulan, semuanya menunjukkan adanya penciptaan yang teratur dan rapi yang didasarkan atar ilmu dan kebijaksaan. Dalil ini mendorong orang untuk melakukan penyelidikan dan penggalian yang terus menerus sesuai dengan pandangan akal fikirnya. Dalil ini pun yang akan membawa kepada pengetahuaan yang benar sesuai dengan ketentuan Al-Quran

2. Dalil Ikhtira’ yaitu asumsi yang menunjukkan bahwa penciptaan alam dan makhluk di dalamnya nampak jelas dalam gejala-gejala yang dimiliki makhluk hidup. Semakin tinggi tingkatan makhluk hidup semakin tinggi pula berbagai macam kegiatan dan pekerjaannya. Ini menunjukkan adanya pencipta yang mengatur kehidupan. Dalil ini sesuai dengan syariat Islam, dimana banyak ayat yang menunjukkan perintah untuk memikirkan seluruh kejadian alam ini.

3. Dalil gerak disebut juga dalil penggerak pertama yang diambil dari Aritoteles. Dalil tersebut mengungkapkan bahwa alam semesta bergerak dengan suatu gerakan yang abadi, dan gerakan ini mengandung adanya penggerak pertama yang tidak bergerak dan berbenda yaitu Tuhan.

Ibnu Rusyd pernah berpolemik hebat dengan Al Ghazali. Ketidaksepakatan Al Ghazali terhadap filsafat, hingga sampai mengkafirkan para filsuf yang ia tuangkan dalam bukunya yang berjudul Tahafutul Falasifah (Kerancuan Filsafat). Rusyd pun membalasnya dalam bukunya Tahafutut Tahaafut (Kerancuan dari Kerancuan)

c. Serangan Al Ghazali Kepada Para Filsuf

Dalam bukunya Tahafut al Falasifah Al Ghazali mengatakan bahwa para filsuf telah banyak mengungkapkan argumentasi yang bertentangan dengan Al Qur’an sehingga dia menganggap para filsuf telah mgningkari Al Qur’an dan ia mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang kafir.

Adapun hal-hal yang dilanggar oleh para filusuf menurut Al Ghazali ada 20 persoalan yaitu 16 dalam bidang metafisika dan 4 dibidang fisika namun dari 20 hal itu 17 hal digolongkan dalam Ahl al Bida’ dan berkenaan dengan 3 hal lainnya para filusuf dikatakan sebagai orang kafir.

Perincian 20 persoalan diatas adalah sebagai berikut :

1. Alam qadim (tidal bermula)

2. Keabadian (abadiah) alam, masa dan gerak

3. Konsep Tuhan sebagai pencipta alam dan bahwa alam adalah produk ciptaan-Nya; uangkapan ini bersifat metaforis

4. Demonstrasi atau pembuktian eksistensi Penciptaan alam

5. Argumen rasional bahwa Tuhan itu satu dan tidak mungkin pengandaian dua wajib al wujud

6. Penolakan akan sifat-sifat Tuhan

7. Kemustahilan konsep genus (jins) kepada Tuhan

8. Wujud Tuhan adalah wujud yang sederhana, wujud murni, tanpa kuiditas atau esensi

9. Argumen rasional bahwa Tuhan bukan tubuh (jism)

10. Argumen rasional tentang sebab dan Pencipta alam (hukum alam tak dapat berubah)

11. Pengetahuan Tuhan tentang selain diri-Nya dan Tuhan mengetahui species dan secara universal

12. Pembuktian bahwa Tuhan mengetahui diri-Nya sendiri

13. Tuhan tidak mengetahui perincian segala sesuatu (juziyyat) melainkan secara umum

14. Langit adalah mahluk hidup dan mematuhi Tuhan dengan gerak putarnya

15. Tujuan yang menggerakkan

16. Jiwa-jiwa langit mengetahui partikular-partikular yang bermula

17. Kemustahilan perpisahan dari sebab alami peristiwa-peristiwa

18. Jiwa manusia adalah substansi spiritual yang ada dengan sendirinya, tidak menempati ruang, tidak terpateri pada tubuh dan bukan tubuh.

19. Jiwa manusia setelah terwujud tidak dapat hancur, dan watak keabadiannya membuatnya mustahil bagi kita membayangkan kehancurannya.

20. Penolakan terhadap kebangkitan Jasmani.

Dari 20 persoalan ini ada 3 hal yang dianggap paling membahayakan “kestabilan” umat yaitu :

1. Alam kekal (qadim) atau abadi dalam arti tidak berawal

2. Tuhan tidak mengetahui perincian atau hal-hal yang partikular

3. Pengingkaran terhadap kebangkitan jasmani

Adapun bantahan Ibn Rusyd terhadap argumen yang dilontarkan oleh Al Ghazali adalah sebagai berikut :

Tentang Alam yang Qadim

Pendapat para filusuf bahwa alam kekal dalam arti tidak bermula tidak dapat diterima oleh para teolog Islam termasuk Al Ghazali karena mereka percaya bahwa Tuhan adalah pencipta sehingga Ia mengadakan sesuatu dari tiada(creatio ex nihilio). Jika alam tidak bermula maka alam tidak diciptakan sehingga Tuhan bukanlah maha pencipta.

Ibn Rusyd membantah hal ini karena pendapat para filusuf terutama filusuf Islam mengatakan bahwa alam ini diciptakan dari yang ada dahulu, dan yang mungkin terjadi adalah “ada” yang awal berubah menjadi “ada” dalam bentuk lain. Dan Ibn Rusyd mengatakan bahwa creatio ex nihilio itu tidak didukung oleh dasar syari’ah, tak ada ayat yang mengatakan bahwa Tuhan pada mulanya berwujud sendiri dan tidak ada wujud selain dari Tuhan dan kemudian barulah menciptakan alam ini.

Bukti dari Tuhan menciptakan alam ini dari sesatu yang “ada” dapat dibuktikan melalui beberapa ayat diantaranya :

1. Al Qur’an Surat Hud, ayat 7

Yang mengatakan secara garis besar bahwa sebelum ada wujud langit dan bumi telah ada wujud lain, yaitu wujud air yang diatasnya terdapat tahta kekuasaan Tuhan, ditegaskan lagi bahwa langit dan bumi diciptakan setelah ada air, tahta dan masa.

2. Al Qur’an surat Fushilat, ayat 11

Dikatakan bahwa Tuhan menciptakan bumi dalam 2 masa, menghiasi bumi dengan gunung dan diisi dengan berbagai macam makanan, kemudian Tuhan naik ke langit yang masih merupakan uap, sehingga ditakwilkan langit tercipta dari uap.

3. Al Qur’an Surat Al Anbiya’, ayat 30

Dikatakan bahwa bumi dan langit pada mulanya adalah satu unsur yang sama kemudian dipecah menjadi 2 benda yang berlainan.

4. Al Qur’an surat Ibrahim, ayat 47 – 48

Disini menunjukkan bahwa alam ini sifatnya kekal yaitu dikatakan bahwa langit dan bumi akan ditukarkan dengan bumi dan langit yang lain, dan sekaligus membuktikan bahwa alam ini terwujud dan perwujudannya melalui proses yang terus menerus.

Untuk menengahi pendapat bahwa alam ini qadim maka Ibnu Rusyd mengatakan bahwa sebenarnya antara filusuf dan ahli syari’ah telah sepakat bahwa ada tiga macam wujud, yang berkaitan dengan hal ini , yaitu :

1. Wujud Baru atau karena sebab sesuatu, yaitu dari sesuatu yang lain dan karena sesuatu, yakni zat pembuat dan dari benda, ini adalah benda yang kejadiannya bisa terlihat oleh panca indera, seperti terjadinya air, udara, bumi, hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya.

2. Wujud Qadim atau tanpa sebab sesuatu, yaitu wujud yang bukan dari sesuatu, tidak karena sesuatu, dan tidak didahului oleh zaman, wujud ini dapat diketahui dengan bukti-bukti pikiran, seperti Tuhan.

3. Wujud Antara, yaitu wujud yang terletak di antara kedua wujud ini, wujud yang bukan dari sesuatu dan tidak didahului oleh zaman tetapi wujud karena sesuatu, yaitu zat pembuat, dan wujud itu adalah alam keseluruhannya

Dari keterangan diatas maka dapat dilihat bahwa kejadian alam ada kalanya terjadi dengan adanya hubungan sebab akibat, Al Ghazali mengingkari hal ini, sebaliknya Ibn Rusyd menyetujui adanya hubungan sebab akibat, hal ini ia ambil dari Aristoteles tentang sebab pokok, yaitu :

1. ‘Illah maddiyah (sebab akibat yang berkaitan dengan benda)

2. ‘Illah Shuwariyyah (Sebab akibat yang berkaitan dengan bentuk/form)

3. ‘Illah fa’ilah (sebab akibat yang berkaitan dengan daya guna)

4. ‘Illah gha’iyyah (sebab akibat yang berkaitan dengan tujuan)

Tentang Pengetahuan Tuhan

Menurut para teolog juga Al Ghazali bahwa setiap maujud diciptakan Tuhan karena kehendak-Nya, jadi seluruhnya itu diketahui oleh Tuhan, sebab yang berkehendak haruslah mengetahui yang dikehendaki-Nya. Jadi Tuhan mengetahui segala sesuatu secara rinci.

Ibn Rusyd membantah, dikatakan bahwa tidak pernah ada filsuf yang mengatakan bahwa Tuhan tidak mengetahui yang rinci, pendapat yang ada adalah bahwa pengetahuan tentang perincian yang terjadi di alam tidak sama dengan pengetahuan manusia tentang perincian itu, karena pengetahuan manusia tentang perincian diperoleh melalui panca indera dan dengan panca indera pulalah pengetahuan manusia tentang sesuatu selalu berubah dan berkembang sesuai dengan penginderaan yang dicernanya. Sedangkan pengetahuan tentang kulliyah diperoleh melalui akal dan sifatnya tidak berhubungan langsung dengan rincian yang materi itu.

Pengetahuan Tuhan, sebaliknya, merupakan sebab yang tidak berubah oleh perubahan yang dialami juziyah. Tuhan tidak mengetahui apa-apa yang terjadi dan sesuatu yang telah terjadi. Pengetahuan Tuhan tidak dibatasi oleh waktu yang telah lampau, sekarang dan akan datang. Pengetahuan-Nya bersifat qadim, yaitu semenjak azali Tuhan mengetahui segala hal yang terjadi di alam, betapun kecilnya . Meskipun demikian pengetahuan Tuhan tidaklah bersifat kulliyah atau juziyyah, sebab kedua sifat ini merupakan kategori manusia, bukan merupakan kategori ilahi dan pengetahun Tuhan tidak dapat diketahui selain oleh Tuhan sendiri.

Tentang Kebangkitan Jasmani

Para filsuf mengatakan bahwa nanti dialam akhirat yang bangkit hanyalah roh saja tidak ada kebangkitan jasmani, dan Al Ghazali membantah hal ini sebab dalam Al Qur’an sendiri dikatakan bahwa manusia akan mengalami pelbagai kenikmatan jasmani di dalam surga atau kesengsaraan jasmani di dalam neraka.

Ibn Rusyd mengatakan bahwa para filusuf tidak membantah adanya keangkitan jasmani, karena hampir semua agama samawi mengakui adanya kebangkitan jasmani, namun dari sesuatu yang telah hancur itu tidak mungkin bisa dibentuk kembali, maka kalau pun ada kebangkitan jasmani tentunya dalam bentuk lain, tidak dalam bentuk manusia sekarang ini.

Di akhirat nanti semua yang terdapat disana tidaklah seperti apa yang kita lihat dan alami di dunia ini, semua tidak pernah terpikirkan oleh manusia, sehingga kehidupan diakhirat nanti tidak akan sama dengan kehidupan di dunia saat ini. Dan alam Akhirat ini hanyalah suatu fase lanjutan dari jalur kehidupan manusia, dan tentunya tidaklah berlebihan apabila nanti dalam kebangkitannya tidak terjadi kebangkitan jasmani atau paling tidak jasmani yang bangkit adalah jasmani dalam bentuk yang berbeda.

Ibn Rusyd juga mengkritik Al Ghazali sebab di salah satu karyanya dikatakan bahwa khusus bagi kaum sufi tidak ada kebangkitan jasmani mereka hanya mengenal kebangkitan rohani saja, disini terlihat adanya ketidak konsistenan Al Ghazali dalam konsep kebangkitan jasmani.

d. Karya-karya Ibn Rusyd

1. Kitâb Fash al-Maqâl fî Mâ Bain al-Syarî`ah wa al-Hikmah min al-Ittishâl (Kaitan Filsafat dengan Syariat) yang isinya menguraikan adanya keselarasan antara agama dan akal karena keduanya adalah pemberian Tuhan.

2. Al-Kasyf ‘an Manâhij al-Adillah fî `Aqâid al-Millah (Menyingkap Berbagai Metode Argumentasi Ideologi Agama-agama) yang menjelasakan secara terinci masalah-masalah akidah yang dibahas oleh para filsuf dan teolog Islam.

3. Tahâfut al-Tahâfut (Kerancauan dalam Kitab Kerancauan karya al-Ghazâlî) yang kandungan isinya membela kaum filsuf dari tuduhan kafir sebagaimana dilontarkan al-Ghazali dalam bukunya Tahâfut al-Falâsifah (Kerancauan Filsafat-filsafat kaum Filosof).

4. Bidâyah al-Mujtahid (permulaan bagi Mujtahid). Buku ini merupakan suatu studi perbandingan hukum Islam, di mana di dalamnya diuraikan pendapat Ibn Rusyd dengan mengemukakan pendapat-pendapat imam-imam mazhab.

C. Penutup

Menurut Ibn Rusyd, kegiatan filsafat tidak lain adalah mempelajari segala wujud dan merenungkannya sebagai bukti adanya pencipta. Disisi lain, syara’ menurutnya telah memerintahkan dan mendorong kita untuk mempelajari segala yang ada. Disini ia ingin mengatakan bahwa menurut syara’, pengertian demikian menunjukkan bahwa mempelajari filsafat itu adalah perintah wajib atau perintah anjuran.

Tetapi karena kegiatan mempelajari segala sesuatu adalah dengan akal (lihat al-Hasyr: 2; al-A’raf: 185; al-An’am: 75; al-Ghasiyah:17; Ali-Imran:191), yang berisi perintah tertulis untuk wajib dan pelakunya adalah terhormat.

            Ibn Rusyd dengan bahasanya membela para filsuf dari serangan argumentasi  Al Ghazali atas vonis pengkafiran yang dijatuhkan kepada mereka,  yaitu :

1.  Alam ini memang Qadim, terbukti dengan ayat-ayat Tuhan yang termaktub dalam Al Qur’an, dan tidak satupun dari ayat tersebut yang mengatakan alam ini diciptakan dari ketiadaan.

2. Pengetahuan Tuhan dan Manusia memang berbeda jadi ketidaktahuan Tuhan yang disangkakan oleh Al Ghazali ternyata ada kesalahan penafsiran tentang pengetahuan Tuhan dan Manusia.

3. Kebangkitan Jasmani memang perlu dikumandangkan terutama bagi orang awam yang tujuannya adalah untuk membangkitkan semangat mereka beribadah, sedangkan bagi kelompok yang khusus, seperti kaum sufi dan para filsuf, boleh ditakwilkan bahwa nanti tidak ada kebangkitan jasmani yang ada hanya roh.

 

Referensi

 

Abbas Mahmud al-Aqqad, “Ibnu Rusyd (filsuf, mistikus, fakih dan dokter)”, Qirtas, Yogya, 2003

Dominiqueburvoy, “Perjalanan intelektual Ibnu Rusyd (averroes)”, risalah gusti, Surabaya, 2000

Departemen Agama, “Ensiklopedi Islam”, Anda Utama, Jakarta, 1992

Arif Wibowo, “Ibn Rusyd Membela Orang Kafir”, diunduh 1 Juni 2011

Abatasya Islamic Website, “Ibnu Rusyd”, diunduh 31 Mei 2011

lutfita’s Site, “Ibnu Rusyd”, diunduh 31 Mei 2011